Jumat, 21 Januari 2011

Mengajarkan "Biotechnopreunership" Kepada Siswa




Output dari sebuah sekolah umum sebagai lembaga di bidang pendidikan cenderung menghasilkan siswa yang berwawasan keilmuan. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran yang didominasi oleh kegiatan belajar mengajar materi pelajaran. Bukannya tidak penting atau tidak perlu, namun dengan perkembangan jaman seperti saat ini perlu diberikan suatu bekal kepada siswa agar mampu menghadapi tantangan jaman. Seperti yang diketahui bersama, bahwasanya setelah lulus dari sekolah masih banyak siswa yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak siswa yang lulus dari SMA tidak melanjutkan ke perguruan tingi, demikian pula siswa SMP yang tidak melanjutkan ke SMA/SMK. Lagi-lagi faktor ekonomi yang menjadi alasan klasiknya. Oleh karena itu perlunya sebuah pengetahuan tentang kewirausahaan di sekolah umum menjadi bisa dijadikan salah satu alternatif bekal bagi siswa yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tersebut.

Biotechnopreunership

Mungkin anda baru mendengar istilah tersebut. Andapun tidak bisa menemukan kata tersbut ketikan mencarinya di mesin pencari serba tahu google. Kata biotechnopreunership entah sudah ada atau belum, secara sengaja saya ciptakan sendiri dan mencoba saya kenalkan kepada khalayak. Sebagai seorang guru biologi, saya merasa perlu untuk mengaplikasikan bioteknologi sederhana dan mengajarkan kepada siswa sebagai bekal wirausaha. Menurut gagasan saya, biotechnopreunership berasal dari penggabungan dua kata, yaitu bioteknologi dan entrepreunership. Biotechnology merupakan bagian dari teknologi yang memanfaatkan jasa mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk baik berupa barang atau jasa. Sedangkan kata enterpreunership dalam arti luas adalah kewirausahaan. Jadi, biotechnopreunership adalah berwirausaha berbasis bioteknologi. Menjadi seorang biotechnopreuner adalah salah satu tujuan dari konsep biotechnopreunership ini.

Dalam matapelajaran biologi, terdapat satu bab yang mempelajari tentang bioteknologi. Perbedaan bioteknologi dengan teknologi pada umum terletak pada pemanfaatan jasa mikroorganisme dalam menghasilkan suatu produk baik berupa barang atau jasa. Dalam perkembangannya bioteknolegi dibedakan menjadi bioteknologi konvensional dan bioteknologi moder. Perbedaannya terletak pada subtansi materi yang dikaji. Bioteknologi konvensional mempelajari pemanfaatan jasa mikroorganisme produk pangan, lingkungan, kesehatan dan lain sebagainya. Sedangkan bioteknologi modern mempelajari rekayasa genektika untuk menghasilkan organisme unggul. Bioteknologi sendiri sebenarnya sudah menyatu dengan masyarakat sejak dulu. Sebagai contoh, pembuatan tempe, tape, roti, kecap, cuka, oncom, nata dan yoghurt merupakan bioteknologi konvensional dalam bidang pangan.

Konsep pembelajaran biologi berbasis biotechnopreunership ialah dengan mengajarkan kepada siswa tentang bagaimana cara membuat produk-produk bioteknologi tersebut. Siswa dilatih untuk mampu membuat produk-produk bioteknologi tersebut dan menganalisanya sebagai suatu usaha yang menjanjikan. Jadi bukan saja mengetahui bagaimana prosedur kerjanya, siswa juga dilatih bagaimana cara berwirausaha berbasis bioteknologi tersebut. Siswa juga di ajari bagaimana perhitungan analisis keuangan termasuk perhitungan laba rugi, modal dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja membutuhkan seorang guru biologi yang memiliki pengetahuan berwirausaha atau setidaknya memiliki kemauan untuk belajar ilmu berwirausaha.

Dalam praktiknya saya mencoba menerapkan metode ini pada saat kegiatan pembelajaran biologi. Siswa saya ajarkan untuk membuat produk bioteknologi konvensional yaitu membuat tape. Tape merupakan salah satu produk bioteknologi yang memanfaatkan jasa mikroorganisme jamur Saccharomyces cerevisiae atau sering disebut khamir. Biasanya orang awam menyebutnya dengan istilah ragi tape. Siswa saya bagi menjadi tiga kelompok, kelompok pertama membuat tape dari beras ketan, kelompok kedua dari ketan hitam dan kelompok ketiga dari singkong. Saya melihat minat dan antusias siswa sangat tinggi. Apalagi setelah tapenya sudah jadi, saking antusiasnya, mereka saling berebut untuk memakannya. Setelah selesai membuat tape, siswa saya suruh membuat laporan kegiatan ini. Dalam proses pembelajaran ini saya belum memberikan pengetahuan kewirausahaan kepada siswa tentang bagaimana cara berbisnis tape. Namun saya memberikan pengarahan agar ada inovasi dalam berbisnis tape. Jangan melihat tapenya, ketika tape sudah diberi inovasi jangan heran ketika nanti ini menjadi sebuah prospek bisnis yang menjanjikan. Selama ini kita hanya mengetahui tape berbentuk itu-itu saja dan dari bahan yang biasa. Kita bisa memberi sebuah inovasi pada tape, seperti pada cita rasa, bentuk, cara penyajian, serta kemungkinan diolah menjadi produk lain yang unik.

Semoga pengalaman mengajar saya ini bisa menjadi inspirasi bagi pembaca, terutama pada guru sebagai frontliner pencerdas anak bangsa. Baca juga artikel lainnya di sini.

Siswa antusias melakukan kegiatan ini

Siswa dengan bahan pembuatan tape

ketika pengukusan

0 comments:

Posting Komentar

Mohon komentarnya dengan tutur bahasa yang baik, terima kasih